Fakultas Bahasa dan Sastra salah satu
kampus di Jakarta melakukan studi banding ke Malaysia pada bulan januari
lalu. Studi banding ke Malaysia tersebut tepatnya diselenggarakan di
Universitas Malaya (University of Malaya). Pada studi banding
tersebut terdapat berbagai macam agenda. Agenda-agenda tersebut antara
lain pertunjukan budaya, kunjungan budaya, hingga presentasi ilmiah dari
pihak mahasiswa Indonesia maupun pihak mahasiswa Malaysia. Salah satu
presentasi menarik yang terdapat pada acara tersebut adalah presentasi
yang membahas tema potensi bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ASEAN.
Sebelum presentasi tersebut disampaikan
sempat terjadi kekhawatiran atas respon mahasiswa Malaysia tentang tema
yang diangkat. Perlu diketahui bahwa bahasa Indonesia memiliki akar
bahasa yang sama dengan akar bahasa Malaysia, yaitu bahasa Melayu. Jadi,
pengangkatan tema tersebut bisa jadi akan mengingatkan para peserta
studi banding tentang isu “klaim budaya” antara kedua bangsa.
Pada akhirnya presentasi tersebut tetap
dijalankan dan ternyata respon yang didapat sungguh di luar dugaan.
Ketika makalah selesai dipresentasikan beberapa mahasiswa Malaysia ada
yang menyampaikan pertanyaan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Ingat,
mereka menggunakan bahasa Indonesia dan bukan bahasa Malaysia atau juga
bahasa Melayu. Salah satu dari mahasiswa yang berbahasa Indonesia
tersebut bernama Wawa.
Esok harinya saya berbincang-bincang
dengan Wawa perihal kemahiran dia berbahasa Indonesia. Wawa menjelaskan
bahwa banyak orang Malaysia yang bisa berbahasa Indonesia karena orang
tua mereka berasal dari Indonesia. Wawa juga memberi informasi bahwa
salah satu pejabat kolej kampus (asrama kampus) memiliki
leluhur orang Indonesia. Fakta bahwa banyak orang Malaysia memiliki
leluhur orang Indonesia tidak hanya menyebabkan mereka berbahasa
Indonesia, tetapi juga mereka berbudaya budaya Indonesia. Dari titik
inilah menurut Wawa penyebab terjadinya “klaim budaya” atas Indonesia
dan Malaysia.
Bangsa Indonesia dan bangsa Malaysia
memang satu rumpun. Jadi, tidak perlu gelisah ketika anak-anak kecil di
Indonesia berbicara bahasa Malaysia seperti, “betul! betul! betul!’.
Kita juga tidak boleh terlalu bangga ketika ada mahasiswa Malaysia naik
mobil di jalan-jalan Kuala Lumpur menyetel lagu Kerispatih. Bahkan,
supir bus di Kuala Lumpur pun tidak mau kalah dengan si mahasiswa
Malaysia. Saat siang hari di Kuala Lumpur dan panas matahari sedang
terik-teriknya sang supir dengan bangga menyetel lagu Ayu Tingting yang
berjudul “Alamat Palsu”.
Menurut saya bahasa Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menjadi bahasa
resmi di ASEAN. Karena setelah dicermati maka kita akan tahu bahwa
bahasa Indonesia tidak hanya digunakan di tanah Indonesia, tetapi juga
digunakan di tanah Malaysia. Jika sudah begitu maka kita bisa dengan
bangga untuk memperjuangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ASEAN.
Bahkan, bukan sebatas bahasa resmi ASEAN, tetapi juga bahasa resmi PBB
pun sangat potensial.
sumber: http://bahasa.kompasiana.com/2012/08/28/bahasa-indonesia-di-malaysia/